JAKARTA,wacanakampus.com - Masih belum tercapainya kata sepakat soal
pembiayaan dan tata kelola perguruan tinggi negeri (PTN) membuat DPR
menunda pengesahan Rancangan Undang-Undang Perguruan Tinggi (RUU PT)
hingga 10 April mendatang. Rencananya, RUU ini disahkan hari ini.
Anggota Komisi X DPR Rully Chairul Azwar mengatakan, hingga saat ini masih belum banyak pihak yang memahami beberapa isu dalam RUU PT. Salah satunya ialah status internasionalisasi perguruan tinggi yang dapat mengancam posisi kampus Tanah Air dengan masuknya perguruan tinggi asing ke Indonesia. Selain itu juga masih dipegangnya pendidikan agama oleh Kementerian Agama padahal harus satu tangan di bawah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).
Akan tetapi dua isu yang krusial dalam RUU PT hingga pengesahannya ditunda, terangnya, ialah banyak yang menyamakan tata kelola otonomi dengan badan hukum yang mengarah ke komersialisasi. Padahal dalam opsi otonomi sudah ada batasan-batasan pengelolaan keuangan yang tidak boleh dilanggar PTN. Selain itu nanti akan ada peraturan pemerintah yang mengatur hal-hal teknisnya. "Kebetulan juga ada masa reses sehingga kami bisa membahasnya secara hati-hati dan sempurna," kata Rully.
Politikus dari Fraksi Golkar ini menyebutkan, pembahasan yang alot juga terjadi pada isu pembiayaan sehingga masyarakat tidak terbebani dengan tarif yang tinggi. Dalam hal pembiayaan ini DPR meminta pemerintah untuk memberikan subsidi untuk biaya operasional. Pemerintah juga harus mematok biaya pendidikan dalam batasan tertentu sehingga ada keleluasaan bagi masyarakat kecil. Selain itu juga diperlukan anggaran riset senilai 2,5 persen dari anggaran fungsi pendidikan. Namun usulan anggaran riset itu mental dan keduanya setuju anggaran riset diambil 30 persen dari biaya operasional perguruan tinggi.
Anggota Komisi X DPR Raihan Iskandar menyebutkan, DPR meminta agar keterjangkauan biaya harus ada dalam RUU tersebut. Misalnya, pemerintah menggratiskan biaya pendaftaran kepada mahasiswa baru. Lalu kampus harus menerima mahasiswa miskin dan pemerintah wajib memberi sanksi kepada yang menolaknya. Komisi X juga meminta ada standar biaya per program studi yang dibatasi sesuai kemampuan masing-masing mahasiswa.
Raihan juga menyebutkan, kampus juga harus menyediakan beasiswa dan mencari pinjaman lunak untuk mahasiswa dan pelunasannya dapat dicicil saat mahasiswa itu sudah lulus dan mulai bekerja atau dengan ikatan dinas. Politikus dari Fraksi PKS ini menyebutkan, bentuk tata kelola juga masih perlu dibahas lagi. Dia menyatakan, meskipun nanti ada kampus yang memilih badan hukum namun DPR membatasinya dengan mencantumkan badan hukum nirlaba. “Dengan nirlaba, maka keuntungan yang didapat tidak untuk personal melainkan dikembalikan lagi untuk kepentingan akademik,” ujarnya.(*)
Anggota Komisi X DPR Rully Chairul Azwar mengatakan, hingga saat ini masih belum banyak pihak yang memahami beberapa isu dalam RUU PT. Salah satunya ialah status internasionalisasi perguruan tinggi yang dapat mengancam posisi kampus Tanah Air dengan masuknya perguruan tinggi asing ke Indonesia. Selain itu juga masih dipegangnya pendidikan agama oleh Kementerian Agama padahal harus satu tangan di bawah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).
Akan tetapi dua isu yang krusial dalam RUU PT hingga pengesahannya ditunda, terangnya, ialah banyak yang menyamakan tata kelola otonomi dengan badan hukum yang mengarah ke komersialisasi. Padahal dalam opsi otonomi sudah ada batasan-batasan pengelolaan keuangan yang tidak boleh dilanggar PTN. Selain itu nanti akan ada peraturan pemerintah yang mengatur hal-hal teknisnya. "Kebetulan juga ada masa reses sehingga kami bisa membahasnya secara hati-hati dan sempurna," kata Rully.
Politikus dari Fraksi Golkar ini menyebutkan, pembahasan yang alot juga terjadi pada isu pembiayaan sehingga masyarakat tidak terbebani dengan tarif yang tinggi. Dalam hal pembiayaan ini DPR meminta pemerintah untuk memberikan subsidi untuk biaya operasional. Pemerintah juga harus mematok biaya pendidikan dalam batasan tertentu sehingga ada keleluasaan bagi masyarakat kecil. Selain itu juga diperlukan anggaran riset senilai 2,5 persen dari anggaran fungsi pendidikan. Namun usulan anggaran riset itu mental dan keduanya setuju anggaran riset diambil 30 persen dari biaya operasional perguruan tinggi.
Anggota Komisi X DPR Raihan Iskandar menyebutkan, DPR meminta agar keterjangkauan biaya harus ada dalam RUU tersebut. Misalnya, pemerintah menggratiskan biaya pendaftaran kepada mahasiswa baru. Lalu kampus harus menerima mahasiswa miskin dan pemerintah wajib memberi sanksi kepada yang menolaknya. Komisi X juga meminta ada standar biaya per program studi yang dibatasi sesuai kemampuan masing-masing mahasiswa.
Raihan juga menyebutkan, kampus juga harus menyediakan beasiswa dan mencari pinjaman lunak untuk mahasiswa dan pelunasannya dapat dicicil saat mahasiswa itu sudah lulus dan mulai bekerja atau dengan ikatan dinas. Politikus dari Fraksi PKS ini menyebutkan, bentuk tata kelola juga masih perlu dibahas lagi. Dia menyatakan, meskipun nanti ada kampus yang memilih badan hukum namun DPR membatasinya dengan mencantumkan badan hukum nirlaba. “Dengan nirlaba, maka keuntungan yang didapat tidak untuk personal melainkan dikembalikan lagi untuk kepentingan akademik,” ujarnya.(*)
Sumber : Okezone.com
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !