Miranda
S Gultom diperikasa KPK dalam kasus suap terkait pemenangan dirinya
sebagai Deputi Senior Bank Indonesia (BI) di Gedung KPK,Jakarta,
(20/06). FOTO : AHMAD FAUZAN SAZLI
JAKARTA, Wacanakampus.com - Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) bersama sejumlah akademisi mengadakan focus
group discussion (FGD) mengenai Biaya Sosial Korupsi : Telaah Konsep,
Penghitungan, dan Penerapannya di Indonesia di gedung KPK, Jakarta,
(26/07). Mereka menyusun formula yang akan menjadi standar auditor dalam
menghitung kerugian keuangan negara akibat korupsi.
Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto mengatakan bahwa perbuatan tindak
pidana korupsi merupakan kejahatan luar biasa (extra-ordinary crime)
karena menimbulkan kerusakan (damage) yang sangat besar bagi kehidupan
bermasyarakat dan bernegara. Menurutnya, korupsi merupakan pelanggaran
terhadap hak-hak sosial ekonomi masyarakat.
“Karenanya pengenaan hukuman atau sanksi terhadap koruptor juga
harusnya mempertimbangkan biaya implisit (opportunity cost), yaitu
kerusakan sosial, ekonomi, dan lingkungan yang diakibatkan dari
perbuatan korupsi,” Kata Bambang.
Bambang mengukapkan bahwa, hukuman finansial berupa denda, uang
pengganti, dan ongkos perkara yang dibebankan kepada koruptor belum
dapat memulihkan kerusakan yang diakibatkan oleh tindak pidana korupsi
yang terjadi. Sementara itu, dalam konteks penanganan sebuah tindak
pidana korupsi, negara dibebankan biaya eksplisit untuk mencegah dan
menangani tindak pidana korupsi yang terjadi, seperti biaya
penyelidikan, penyidikan, penuntutan, pengadilan, hingga pemasyarakatan.
“Artinya, biaya eksplisit korupsi yang tidak dibebankan kepada pelaku
tindak pidana korupsi pada akhirnya ditanggung negara dalam bentuk
pajak. Sama artinya masyarakatlah yang menanggung beban sosial-ekonomi
korupsi,” jelas Bambang.
Pada diskusi yang diadakan selama dua hari dari tanggal 25-26 Juli
2012 itu dihadiri sejumlah akademisi yaitu, Rimawan Pradiptyo, PhD
(pakar Crime Economics, dosen UGM); Arief Anshory Yusuf, PhD (pakar
Pemodelan CGE, dosen Fakultas Ekonomi Unpad); Lukman Hakim, AK., CFE
(auditor BPK RI); Didi Achjari, PhD (akuntan/auditor, dosen UGM, Wakil
Rektor UGM); DR. Dian Puji N. Simatupang (ahli hukum kerugian keuangan
negara, dosen UI); Prof. DR. Eddy O.S Hiarrej (ahli hukum pidana, dosen
UGM); Gandjar Laksmana Bonaparta, SH, MH (ahli hukum pidana, dosen UI);
DR. Aris Arif Mundayat (antropolog, dosen UGM); DR. Iwan Gardono
Sudjatmiko (sosiolog, dosen UI).[]
sumber :kabarkampus.com
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !