WAKAnews, JAKARTA - Keberadaan bahasa anak lebay (alay) seperti kata ciyus dan miapa,
serta tulisan dengan huruf besar kecil yang "menyilaukan" mata, terasa
akrab dan merupakan hal biasa di masyarakat. Apalagi jejaring sosial
hingga iklan komersil di media massa pun seakan menyebarluaskan bahasa alay sehingga membuat masyarakat semakin akrab dengan bahasa tersebut.
Pada diskusi “Fenomena Bahasa Alay dan Jatidiri Generasi Muda Indonesia” di Universitas Airlangga (Unair) Surabaya Dosen Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Bramantio menyebut, bahasa alay memiliki dampak positif dan negatif. Dampak positif dari bahasa alay yakni sebagai media berekspresi bagi remaja yang memiliki kebutuhan untuk diperhatikan lebih. Sementara, sisi negatif bahasa alay membuat bingung bagi orang yang tidak terbiasa berkomunikasi menggunakannya.
“Bahasa alay sebaiknya tidak hanya dilihat dari dimensi positif atau negatif saja, melainkan sebagai bagian dari dinamika bahasa dan berbahasa. Bahasa alay juga merupakan variasi bahasa yang biasa terjadi di ranah kebahasaan apapun dan variasi tersebut tidak berkedudukan sebagai ancaman bagi bahasa Indonesia yang telah baku,” ujar Bramantio, seperti dilansir dari situs Unair, Rabu (28/11/2012).
Diskusi yang dihadiri oleh siswa SMP Dhaniswara, SMP PGRI, SMKN 10, SMA 17 Agustus 1945, dan SMA YPPI tersebut mendapatkan antusias dari para peserta. Para remaja tersebut sangat tertarik membahas hal-hal yang memang erat kaitannya dalam pergaulan mereka sehari-hari.
“Kegiatan ini bermanfaat, apalagi ada teman-teman saya yang juga biasa menggunakan bahasa alay. Mereka biasanya update status yang nggak penting, sehari bisa beberapa kali update status,” kata peserta diskusi dari SMKN 10 Surabaya, Dhoifatul Agustia.
Tidak hanya para remaja, peserta lain yang merupakan guru dari SMP PGRI Surabaya Mila Dian Syarofin mengungkapkan keluhannya terhadap para siswa yang kerap menggunakan bahasa alay saat mengirim pesan singkat alias SMS kepadanya.
“Saya sering mengeluhkan sms dari siswa saya yang sms-nya disingkat-singkat, seperti ‘gw’. Semoga setelah acara ini mereka tahu kapan dan pada siapa mereka dapat menggunakan bahasa alay,” kata Mila.
Penggunaan bahasa alay memang tidak dapat dihentikan, melainkan dibiarkan berdampingan sebagai variasi kebahasaan. Namun, bukan berarti bahasa alay dapat kita gunakan semau kita, melainkan juga harus memahami kondisi kapan dan kepada siapa kita dapat menggunakannya. (wk/okezone)
Pada diskusi “Fenomena Bahasa Alay dan Jatidiri Generasi Muda Indonesia” di Universitas Airlangga (Unair) Surabaya Dosen Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Bramantio menyebut, bahasa alay memiliki dampak positif dan negatif. Dampak positif dari bahasa alay yakni sebagai media berekspresi bagi remaja yang memiliki kebutuhan untuk diperhatikan lebih. Sementara, sisi negatif bahasa alay membuat bingung bagi orang yang tidak terbiasa berkomunikasi menggunakannya.
“Bahasa alay sebaiknya tidak hanya dilihat dari dimensi positif atau negatif saja, melainkan sebagai bagian dari dinamika bahasa dan berbahasa. Bahasa alay juga merupakan variasi bahasa yang biasa terjadi di ranah kebahasaan apapun dan variasi tersebut tidak berkedudukan sebagai ancaman bagi bahasa Indonesia yang telah baku,” ujar Bramantio, seperti dilansir dari situs Unair, Rabu (28/11/2012).
Diskusi yang dihadiri oleh siswa SMP Dhaniswara, SMP PGRI, SMKN 10, SMA 17 Agustus 1945, dan SMA YPPI tersebut mendapatkan antusias dari para peserta. Para remaja tersebut sangat tertarik membahas hal-hal yang memang erat kaitannya dalam pergaulan mereka sehari-hari.
“Kegiatan ini bermanfaat, apalagi ada teman-teman saya yang juga biasa menggunakan bahasa alay. Mereka biasanya update status yang nggak penting, sehari bisa beberapa kali update status,” kata peserta diskusi dari SMKN 10 Surabaya, Dhoifatul Agustia.
Tidak hanya para remaja, peserta lain yang merupakan guru dari SMP PGRI Surabaya Mila Dian Syarofin mengungkapkan keluhannya terhadap para siswa yang kerap menggunakan bahasa alay saat mengirim pesan singkat alias SMS kepadanya.
“Saya sering mengeluhkan sms dari siswa saya yang sms-nya disingkat-singkat, seperti ‘gw’. Semoga setelah acara ini mereka tahu kapan dan pada siapa mereka dapat menggunakan bahasa alay,” kata Mila.
Penggunaan bahasa alay memang tidak dapat dihentikan, melainkan dibiarkan berdampingan sebagai variasi kebahasaan. Namun, bukan berarti bahasa alay dapat kita gunakan semau kita, melainkan juga harus memahami kondisi kapan dan kepada siapa kita dapat menggunakannya. (wk/okezone)
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !