BERBAGAI demonstrasi yang terjadi beberapa
hari terakhir dan muncul di lebih dari 100 kota di Indonesia,
sebenarnya bukan hanya untuk menolak BBM. Namun lebih kepada akumulasi
kekecewaan terhadap kinerja pemerintah yang dinilai gagal.
Hilangnya kasus Century, rekayasa kasus Antasari, pembunuhan aktivis Munir, dan korupsi yang terjadi dimana-mana. Bahkan menurut KPK, pada 2011 Kementrian Agama menjadi lembaga terkorup, disusul Kemnakertrans, dan Kementrian koperasi dan UKM serta masalah-masalah lain yang semakin menyengsarakan rakyat.
DPR sebagai lembaga legislatif sudah tidak lagi berfungsi dengan baik. DPR tercatat menjadi lembaga terkorup 2010, kasus korupsi banggar DPR, kasus vidoe porno, dan seringnya anggota DPR tidak datang dalam rapat-rapat penting, membuat demonstrasi menjadi harga mati untuk keadaan saat ini.
Mahasiswa harus Demo?
Banyak sekali pendapat-pendapat yang menyatakan bahwa mahasiswa jangan berdemo dan lebih melakukan kegiatan intelektual untuk mengatasi masalah BBM, seperti menemukan energi terbarukan dan karya-karya lainnya. Namun apakah mereka tidak menyadari hasil skripsi dan karya-karya lain yang dibuat susah payah hanya berujung di perpustakaan dan hanya dijadikan sebuah topeng pemerintah, serta ajang untuk meramaikan kegiatan pendidikan dan sama sekali ada implementasinya?
Tidak ada yang salah dengan demonstrasi, sebab demo adalah salah satu hasil termahal dari perjuangan reformasi setelah jatuhnya rezim orde baru. Selain itu demonstrasi juga dijamin oleh UUD Nomor 9 tahun 1998 Pasal 1 Ayat 3 yang berbunyi, “Unjuk rasa atau demonstrasi adalah kegiatan yang dilakukan oleh seorang atau lebih untuk mengeluarkan pikiran dengan lisan, tulisan, dan sebagainya secara demonstratif di muka umum.” Sehingga siapapun yang melarang demonstrasi berarti melangar UUD.
Banyak sekali bencana-bencana yang terjadi jika BBM tetap naik, sebab kenaikan harga BBM akan mempengaruhi kenaikan harga-harga kebutuhan pokok lainnya. Manurut Institute for Development of Economics and Finance (Indef) 2012, Saat BBM naik, maka akan ada 1,5 juta rakyat miskin baru di indonesia dan program BLT yang hanya pembodohan terhadap masyarakat tidak akan mampu mengatasi masalah ini.
Pelanggaran Konstitusi oleh DPR
Selain itu, adanya pasal “siluman”, yaitu UU APBN-P 2012 Pasal 7 Ayat 6A. Intinya, dalam pasal tersebut pemerintah boleh menaikan BBM sesuai dengan harga pasar. Sehingga pertanyaan adalah, jika harga BBM disesuaikan dengan mekanisme pasar, lantas untuk apa ada pemerintah jika sama sekali tidak berperan untuk mensejahterakan rakyat? Bukankah ini liberalisasi?
Belum lagi pasal ini sangatlah bertentangan dengan pasal 28 UU Migas yang menyatakan, harga BBM tidak boleh diserahkan pada mekanisme pasar. Dengan demikian, adanya opsi pasal 6A tersebut telah membuat DPR melanggar konstitusi UUD 1945 dan UU Migas.
Meskipun saat ini kenaikan harga BBM ditunda, namun masih ada kemungkinan adanya kenaikan selama enam bulan ke depan. Oleh karena itu, saat ini tugas penting untuk Mahkamah Konstitusi (MK) untuk kembali menguji pasal 6A yang lebih pantas disebut pasal “siluman” tersebut.
Demonstrasi Harus Anarkis!
Judul yang saya buat diatas memang sengaja dibuat terlalu keras dan provokatif. Mengapa? Cara-cara prosedural dan cara-cara damai sudah tidak lagi didengar pemerintah.
Misalnya, saja pada tahun lalu, tokoh-tokoh lintas agama se-Indonesia menyampaikan 18 janji dan fakta kebohongan yang dilakukan oleh penmerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, di mana sebagian merupakan janji dan fakta adalah kebohongan lama, sementara sisanya merupakan kebohongan baru.
Kenyataannya, pernyataan mereka sama-sekali tidak didengar apalagi direspon pemerintah. Demonstrasi secara damai dan sederhana belum mampu membuka telinga pemerintah, Sehingga sangat dibutuhkan cara lain yang lebih keras untuk menekan pemerintah, yaitu dengan perbuatan yang orang-orang menyebutnya dengan anarkis, tetapi saya lebih senang menyebutnya dengan “perlawanan atas matinya hati nurani pemerintah”.
Proses penyampaian pendapat mahasiswa dan ormas masyarakat kepada pemerintah sebenarnya memiliki tahap-tahap. Pertama, melakukan kajian, kemudian berjuang melalui diplomasi, jika tidak didengar dan direspon maka dilakukan demonstrasi damai, namun, jika masih tidak didengar dan tidak direspon maka “perlawanan atas matinya hati nurani pemerintah” harus dilakukan. Demonstrasi anarkis yang terjadi beberapa hari belakangan ini sebenarnya adalah sebuah proses panjang dari perjuangan-perjuangan yang sebelumnya tidak pernah didengar dan direspon oleh pemerintah.
Dani Karnaen
Mahasiswa Fakultas Teknik
Universitas Indonesia (//rhs)
Hilangnya kasus Century, rekayasa kasus Antasari, pembunuhan aktivis Munir, dan korupsi yang terjadi dimana-mana. Bahkan menurut KPK, pada 2011 Kementrian Agama menjadi lembaga terkorup, disusul Kemnakertrans, dan Kementrian koperasi dan UKM serta masalah-masalah lain yang semakin menyengsarakan rakyat.
DPR sebagai lembaga legislatif sudah tidak lagi berfungsi dengan baik. DPR tercatat menjadi lembaga terkorup 2010, kasus korupsi banggar DPR, kasus vidoe porno, dan seringnya anggota DPR tidak datang dalam rapat-rapat penting, membuat demonstrasi menjadi harga mati untuk keadaan saat ini.
Mahasiswa harus Demo?
Banyak sekali pendapat-pendapat yang menyatakan bahwa mahasiswa jangan berdemo dan lebih melakukan kegiatan intelektual untuk mengatasi masalah BBM, seperti menemukan energi terbarukan dan karya-karya lainnya. Namun apakah mereka tidak menyadari hasil skripsi dan karya-karya lain yang dibuat susah payah hanya berujung di perpustakaan dan hanya dijadikan sebuah topeng pemerintah, serta ajang untuk meramaikan kegiatan pendidikan dan sama sekali ada implementasinya?
Tidak ada yang salah dengan demonstrasi, sebab demo adalah salah satu hasil termahal dari perjuangan reformasi setelah jatuhnya rezim orde baru. Selain itu demonstrasi juga dijamin oleh UUD Nomor 9 tahun 1998 Pasal 1 Ayat 3 yang berbunyi, “Unjuk rasa atau demonstrasi adalah kegiatan yang dilakukan oleh seorang atau lebih untuk mengeluarkan pikiran dengan lisan, tulisan, dan sebagainya secara demonstratif di muka umum.” Sehingga siapapun yang melarang demonstrasi berarti melangar UUD.
Banyak sekali bencana-bencana yang terjadi jika BBM tetap naik, sebab kenaikan harga BBM akan mempengaruhi kenaikan harga-harga kebutuhan pokok lainnya. Manurut Institute for Development of Economics and Finance (Indef) 2012, Saat BBM naik, maka akan ada 1,5 juta rakyat miskin baru di indonesia dan program BLT yang hanya pembodohan terhadap masyarakat tidak akan mampu mengatasi masalah ini.
Pelanggaran Konstitusi oleh DPR
Selain itu, adanya pasal “siluman”, yaitu UU APBN-P 2012 Pasal 7 Ayat 6A. Intinya, dalam pasal tersebut pemerintah boleh menaikan BBM sesuai dengan harga pasar. Sehingga pertanyaan adalah, jika harga BBM disesuaikan dengan mekanisme pasar, lantas untuk apa ada pemerintah jika sama sekali tidak berperan untuk mensejahterakan rakyat? Bukankah ini liberalisasi?
Belum lagi pasal ini sangatlah bertentangan dengan pasal 28 UU Migas yang menyatakan, harga BBM tidak boleh diserahkan pada mekanisme pasar. Dengan demikian, adanya opsi pasal 6A tersebut telah membuat DPR melanggar konstitusi UUD 1945 dan UU Migas.
Meskipun saat ini kenaikan harga BBM ditunda, namun masih ada kemungkinan adanya kenaikan selama enam bulan ke depan. Oleh karena itu, saat ini tugas penting untuk Mahkamah Konstitusi (MK) untuk kembali menguji pasal 6A yang lebih pantas disebut pasal “siluman” tersebut.
Demonstrasi Harus Anarkis!
Judul yang saya buat diatas memang sengaja dibuat terlalu keras dan provokatif. Mengapa? Cara-cara prosedural dan cara-cara damai sudah tidak lagi didengar pemerintah.
Misalnya, saja pada tahun lalu, tokoh-tokoh lintas agama se-Indonesia menyampaikan 18 janji dan fakta kebohongan yang dilakukan oleh penmerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, di mana sebagian merupakan janji dan fakta adalah kebohongan lama, sementara sisanya merupakan kebohongan baru.
Kenyataannya, pernyataan mereka sama-sekali tidak didengar apalagi direspon pemerintah. Demonstrasi secara damai dan sederhana belum mampu membuka telinga pemerintah, Sehingga sangat dibutuhkan cara lain yang lebih keras untuk menekan pemerintah, yaitu dengan perbuatan yang orang-orang menyebutnya dengan anarkis, tetapi saya lebih senang menyebutnya dengan “perlawanan atas matinya hati nurani pemerintah”.
Proses penyampaian pendapat mahasiswa dan ormas masyarakat kepada pemerintah sebenarnya memiliki tahap-tahap. Pertama, melakukan kajian, kemudian berjuang melalui diplomasi, jika tidak didengar dan direspon maka dilakukan demonstrasi damai, namun, jika masih tidak didengar dan tidak direspon maka “perlawanan atas matinya hati nurani pemerintah” harus dilakukan. Demonstrasi anarkis yang terjadi beberapa hari belakangan ini sebenarnya adalah sebuah proses panjang dari perjuangan-perjuangan yang sebelumnya tidak pernah didengar dan direspon oleh pemerintah.
Dani Karnaen
Mahasiswa Fakultas Teknik
Universitas Indonesia (//rhs)
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !