SOLO, Wacanakampus.com - Kegagalan uji kompetensi guru (UKG)
yang disebabkan tidak terkoneksinya server pusat dan daerah, dinilai
merupakan bentuk pemborosan uang negara.
Menurut anggota Komisi X DPR RI Dedi "Miing" Gumelar, pelaksanaan UKG oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) tidak hanya menghambur-hamburkan uang negara tetapi juga merusak anak didik mendapatkan haknya, karena ditinggalkan para gurunya untuk mengikuti uji kompetensi yang hanya merupakan kegiatan sia-sia. Miing berkata, sejak awal pihaknya telah mengingatkan kepada Kemendikbud bahwa pelaksanaan UKG terhadap guru yang sudah bersertifikasi merupakan tindakan yang mubazir.
"Uji kompentensi kepada guru bersertifikasi itu merupakan pekerjaan dua kali yang mubazir. Kalau tujuannya untuk pemetaan, kenapa pemetaan tidak dilakukan saat persertifikatan pertama dulu?" jelas Miing kepada Okezone, di Solo, Jawa Tengah, tadi malam.
Lebih lanjut Miing mengungkap, pencapaian sertifikasi guru sangat bermasalah. Hal ini terkait dengan pelaksanaan otonomi pendidikan di daerah. Miing pun mencontohkan, di lapangan terdapat guru yang sudah 15 tahun mengajar tapi tidak bisa mendapatkan sertifikat. Persoalan ini bisa disebabkan yang bersangkutan tidak memiliki database, jauh dari keadaannya maupun tidak punya uang.
"Namun, ada pula guru honorer yang baru dua tahun mengajar sudah memiliki sertifikat. Mungkin karena dia dekat dengan kekuasaan atau pernah jadi tim suksesnya. Ini fakta di lapangan. Maka proses sertifikasinya saja tidak beres," tegas wakil dari Fraksi PDIP ini.
Selain permasalahan itu, Miing juga menggarisbawahi bahwa pelaksanaan UKG yang dilakukan kementerian pendidikan sangat tidak siap. Menurutnya, jika koneksi gagal saat pelaksanaan UKG dan sistem IT tidak benar, artinya sistem dari Kemendikbud yang salah. Padahal, UKG ini sudah dipersiapkan sejak lama.
Miing pun menyayangkan, pelaksanaan yang sudah terencana itu gagal hanya karena masalah sistem jaringan IT. "Terencana saja gagal, apalagi kalau mendadak," ujarnya.
Kegagalan ini menunjukkan ketidaksiapan panitia UKG. Padahal, para peserta UKG yang notabene pengajar itu telah meninggalkan kegiatan belajar mengajar di sekolah daerahnya untuk berangkat ke kota mengikuti UKG.
Selanjutnya, ia menambahkan kegiatan uji kompetensi ini secara anggaran harus dua kali kerja dan memakan porsi dana sekira Rp300 miliar. "Hanya untuk menguji ulang orang yang sudah bersertifikat. Dengan demikian menggugurkan sertifikat awal jadi sama saja mubazir," pungkasnya.(rfa)
Menurut anggota Komisi X DPR RI Dedi "Miing" Gumelar, pelaksanaan UKG oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) tidak hanya menghambur-hamburkan uang negara tetapi juga merusak anak didik mendapatkan haknya, karena ditinggalkan para gurunya untuk mengikuti uji kompetensi yang hanya merupakan kegiatan sia-sia. Miing berkata, sejak awal pihaknya telah mengingatkan kepada Kemendikbud bahwa pelaksanaan UKG terhadap guru yang sudah bersertifikasi merupakan tindakan yang mubazir.
"Uji kompentensi kepada guru bersertifikasi itu merupakan pekerjaan dua kali yang mubazir. Kalau tujuannya untuk pemetaan, kenapa pemetaan tidak dilakukan saat persertifikatan pertama dulu?" jelas Miing kepada Okezone, di Solo, Jawa Tengah, tadi malam.
Lebih lanjut Miing mengungkap, pencapaian sertifikasi guru sangat bermasalah. Hal ini terkait dengan pelaksanaan otonomi pendidikan di daerah. Miing pun mencontohkan, di lapangan terdapat guru yang sudah 15 tahun mengajar tapi tidak bisa mendapatkan sertifikat. Persoalan ini bisa disebabkan yang bersangkutan tidak memiliki database, jauh dari keadaannya maupun tidak punya uang.
"Namun, ada pula guru honorer yang baru dua tahun mengajar sudah memiliki sertifikat. Mungkin karena dia dekat dengan kekuasaan atau pernah jadi tim suksesnya. Ini fakta di lapangan. Maka proses sertifikasinya saja tidak beres," tegas wakil dari Fraksi PDIP ini.
Selain permasalahan itu, Miing juga menggarisbawahi bahwa pelaksanaan UKG yang dilakukan kementerian pendidikan sangat tidak siap. Menurutnya, jika koneksi gagal saat pelaksanaan UKG dan sistem IT tidak benar, artinya sistem dari Kemendikbud yang salah. Padahal, UKG ini sudah dipersiapkan sejak lama.
Miing pun menyayangkan, pelaksanaan yang sudah terencana itu gagal hanya karena masalah sistem jaringan IT. "Terencana saja gagal, apalagi kalau mendadak," ujarnya.
Kegagalan ini menunjukkan ketidaksiapan panitia UKG. Padahal, para peserta UKG yang notabene pengajar itu telah meninggalkan kegiatan belajar mengajar di sekolah daerahnya untuk berangkat ke kota mengikuti UKG.
Selanjutnya, ia menambahkan kegiatan uji kompetensi ini secara anggaran harus dua kali kerja dan memakan porsi dana sekira Rp300 miliar. "Hanya untuk menguji ulang orang yang sudah bersertifikat. Dengan demikian menggugurkan sertifikat awal jadi sama saja mubazir," pungkasnya.(rfa)
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !