Pada hakikatnya, ospek memegang peran penting terhadap kehidupan mahasiswa di masa perkuliahan. Pada sarana ini, pola pikir mereka diubah, dari yang semula hanya berpikir untuk dirinya, menjadi pola pikir global. Tidak hanya itu, di masa inilah seorang mahasiswa baru akan menentukan jalan hidupnya di kampus, apakah hanya sebatas mahasiswa pembelajar, atau bahkan mahasiswa ideologis. Dan yang terpenting, pada sarana ini, pola hidup dan karakter siswa setiap mahasiswa baru diubah menjadi seorang mahasiswa yang sebenarnya.
Banyak cara yang diterapkan oleh para senior untuk melakukan perubahan pada diri setiap junior mereka agar menjadi layaknya seorang mahasiswa. Mulai dari sekadar penugasan-penugasan, hingga kepada tindakan perpeloncoan dan aksi kekerasan. Hal ini jelas tidak dibenarkan, karena telah keluar dari esensi penyelenggaraan ospek. Kegiatan ini diadakan bukan untuk aksi perpeloncoan atau kekerasan, melainkan suatu proses yang memahasiswakan siswa, terutama dari aspek pemikiran.
Berbicara mengenai memahasiswakan siswa, perlu ada definisi yang jelas terkait apa itu sebenarnya mahasiswa, lalu apa yang menjadi pembeda antara siswa dan mahasiswa. Menurut sebagian besar aktivis mahasiwa, mahasiswa ialah sekelompok pelajar di perguruan tinggi serta memiliki idealisme yang pro terhadap rakyat. Di samping itu, menurut Djojodibroto, mahasiswa merupakan golongan masyarakat yang memiliki dua sifat, yakni manusia muda dan calon intelektual. Mahasiswa harus berpikir kritis terhadap kondisi sosial yang ada di sekelilingnya. Sedangkan siswa hanya sekadar sekelompok pelajar yang belajar di suatu instansi pendidikan. Kata idealisme inilah yang menjadi pembeda besar antara mahasiswa dan siswa. Dan ospeklah yang menyisipkan makna serta nilai idealisme pada setiap siswa untuk menjadi seorang mahasiswa.
Para senior di setiap kampus memiliki cara tersendiri untuk memahasiswakan siswanya. Di beberapa kampus, kegiatan ospek dominan dengan pembebanan-pembenan tugas saja, misalkan tugas membuat antribut, menulis esai, menulis karya ilmiah, dsb. Di kampus lainnya, ospek diisi oleh kegiatan yang lebih variatif, selain pembebanan tugas, ada pula kegiatan seperti simulasi aksi dan acara-acara games ringan. Namun, adapula kampus yang memberikan tekanan lebih terhadap para junior mereka dengan cara pelatihan mental atau fisik yang sifatnya masih cukup ringan. Di sisi lain, masih ada pula kampus-kampus yang menerapkan aksi kekerasan.
Pada dasarnya, apa pun cara dan metode ospek harusnya bukan atas dasar balas dendam para senior atas apa yang mereka alami sebelumnya. Sejatinya, ospek digelar atas dasar kepedulian para senior kepada para juniornya agar mereka dapat dengan cepat beradaptasi dengan dunia kampus serta menjadi mahasiswa yang lebih baik dari pada seniornya. Meski memiliki maksud yang baik, aksi kekerasan dalam kegiatan ospek tetap saja tidak dibenarkan. Karena pada hakikatnya, aksi kekerasan hanya akan menimbulkan sakit hati bagi para korban dan mengakibatkan budaya balas dendam tidak akan hilang.
Tak dapat dimungkiri lagi, ospek sebelum memasuki dunia kampus sangatlah dibutuhkan, apa pun metodenya. Di momen inilah perubahan-perubahan awal dari siswa menjadi mahasiswa dilakukan. Apa jadinya jika di suatu kampus tidak ada kegiatan ospek sama sekali? Dari manakah para mahasiswa baru tahu akan kampusnya, tahu akan esensi dari gelar mahasiswa yang kini mereka sandang, tahu akan bagaimana gelar mahasiswa yang mereka sandang kali ini berperan? Mahasiswa dengan spesies apakah yang akan dilahirkan jika tidak ada proses ospek? Akan jadi apakah bangsa ini jika para kaum intelektualnya hanya mementingkan diri mereka sendiri? Mahasiswa datang hanya untuk belajar, mendapat nilai, lulus, serta mendapat gelar. Kontribusi apakah yang akan diberikan oleh mahasiswa jenis ini kepada rakyat Indonesia ? Padahal di sisi lain, pendidikan yang mereka nikmati juga berasal dari uang-uang rakyat, cucuran keringat serta kerja keras rakyat. Di manakah hati nurani Anda wahai para mahasiswa ?
Setuju atau tidak setuju, ospek tetap dibutuhkan oleh para mahasiswa baru untuk memahasiswakan mereka setelah melewati fase siswa. Namun yang menjadi pertanyaan ialah metode ospek apakah yang ideal bagi para mahasiswa baru agar mereka dapat memahami makna dari status mahasiswa yang kini mereka sandang? Apa pun metodenya, yang terpenting ialah metode tersebut tidak menyimpang dari garis orbit ospek sebagai sarana memahasiswakan siswa. Setidaknya hal yang perlu ditanamkan para senior kepada para juniornya saat ospek ialah mengubah paradigma berpikir para mahasiswa baru agar dapat berpikir kritis dan global terhadap apa yang sedang dialami oleh bangsa ini. Nilai selanjutnya ialah memahami peran dari mahasiswa sebagai agent of change, iron stock dan moral of voice, dan yang tak kalah penting ialah cinta Tanah Air, bukan cinta terhadap jurusan atau almamater. Metode apa pun yang akan diterapkan juga sebaiknya tidak monoton dan menyesuaikan tekanan dengan kebutuhan. Namun sekali lagi, jangan sampai menjurus ke arah hukuman fisik dan tindakan kekerasan.
Sukses atau tidaknya mahasiswa dalam menjalankan perannya di masyarakat tidak akan pernah terlepas dari nilai-nilai yang mereka peroleh saat masa ospek. Apakah banyaknya kegagalan dari pergerakan mahasiswa akhir-akhir ini dalam memperjuangkan nasib rakyat Indonesia akibat dari masa ospek yang gagal? Karena pengaruhnya yang sangat kuat dalam pembentukn karakter mahasiswa, maka kita perlu membenahi ospek dengan mengembalikannya pada esensi dan tujuan yang sebenarnya.
Fazar Dinata
Mahasiswa Teknik Metalurgi dan Material
Fakultas Teknik
Universitas Indonesia
Peserta PPSDMS Regional 1 Jakarta Putra
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !