Jakarta, Wacanakampus.com
Keputusan rapat paripurna DPR yang menyetujui opsi
pemerintah dapat menaikkan ataupun menurunkan harga BBM dengan syarat
tertentu dinilai belum final. Sebab keputusan tersebut bisa dibatalkan
oleh Mahkamah Konstitusi (MK) karena pasal 7 ayat 6a dalam UU APBN-P
2012 dinilai melanggar UUD 1945.
"Jelas pasal tersebut inkonstitusional sebab menyerahkan harga BBM ke sistem pasar," kata pakar hukum tata negara, Margarito Kamis saat berbincang dengan detikcom, Sabtu (31/3/2012).
Menurut doktor hukum tata negara ini, pasal yang baru saja diketok oleh DPR tersebut bertentangan dengan pasal 33 UUD 1945. Dalam ayat 3 pasal tersebut dinyatakan bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara.
"Sehingga tidak bisa diserahkan ke harga pasar. Negara harus menentukan sendiri harganya, tidak boleh berpatokan terhadap pasar," ujar Margaroto.
Namun untuk menyatakan secara hukum bahwa UU APBN-P tersebut konstitusional atau tidak, maka harus diajukan ke MK. Pengajar Universitas Khairun Ternate ini optimis jika pasal yang baru diketok di DPR ini akan dibatalkan MK sebab MK pernah memutus kasus serupa.
Putusan MK yang dimaksud adalah pembatalan pasal 28 ayat 2 dan 3 UU Minyak dan Gas (UU Migas). Pada ayat tersebut berbunyi 'Harga bahan bakar minyak dan harga gas bumi diserahkan pada mekanisme persaingan usaha yang sehat dan wajar. Pelaksanaan kebijaksanaan harga sebagaimana dimaksud dalam ayat 2 tidak mengurangi tanggung jawab sosial pemerintah terhadap golongan masyarakat tertentu'.
"Logika UU Migas dan Pasal 7 ayat 6a UU APBN-P 2012 sama yaitu menyerahkan harga minyak ke sistem pasar. Dengan logika dan teori hukum yang saya, maka saya pastikan MK akan membatalkan pasal yang baru saja diputus oleh DPR tersebut," tegasnya.
Seperti diketahui, pada Selasa 21 Desember 2004, MK menyatakan pasal 28 ayat 2 dan 3 UU Migas batal. Pengujian UU Migas ini terhadap UUD 1945 bernomor perkara 002/PPU-I/2003, di mana pemohon judicial review adalah Asosiasi Penasihat Hukum dan Hak Azazi Manusia Indonesia (APHI), BPHI, Yayasan 324, Solidaritas Nusa Bangsa, Serikat Pekerja Pertamina, dan Panji R Hadinoto yang mewakili Universitas Perjuangan '45.
"Jelas pasal tersebut inkonstitusional sebab menyerahkan harga BBM ke sistem pasar," kata pakar hukum tata negara, Margarito Kamis saat berbincang dengan detikcom, Sabtu (31/3/2012).
Menurut doktor hukum tata negara ini, pasal yang baru saja diketok oleh DPR tersebut bertentangan dengan pasal 33 UUD 1945. Dalam ayat 3 pasal tersebut dinyatakan bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara.
"Sehingga tidak bisa diserahkan ke harga pasar. Negara harus menentukan sendiri harganya, tidak boleh berpatokan terhadap pasar," ujar Margaroto.
Namun untuk menyatakan secara hukum bahwa UU APBN-P tersebut konstitusional atau tidak, maka harus diajukan ke MK. Pengajar Universitas Khairun Ternate ini optimis jika pasal yang baru diketok di DPR ini akan dibatalkan MK sebab MK pernah memutus kasus serupa.
Putusan MK yang dimaksud adalah pembatalan pasal 28 ayat 2 dan 3 UU Minyak dan Gas (UU Migas). Pada ayat tersebut berbunyi 'Harga bahan bakar minyak dan harga gas bumi diserahkan pada mekanisme persaingan usaha yang sehat dan wajar. Pelaksanaan kebijaksanaan harga sebagaimana dimaksud dalam ayat 2 tidak mengurangi tanggung jawab sosial pemerintah terhadap golongan masyarakat tertentu'.
"Logika UU Migas dan Pasal 7 ayat 6a UU APBN-P 2012 sama yaitu menyerahkan harga minyak ke sistem pasar. Dengan logika dan teori hukum yang saya, maka saya pastikan MK akan membatalkan pasal yang baru saja diputus oleh DPR tersebut," tegasnya.
Seperti diketahui, pada Selasa 21 Desember 2004, MK menyatakan pasal 28 ayat 2 dan 3 UU Migas batal. Pengujian UU Migas ini terhadap UUD 1945 bernomor perkara 002/PPU-I/2003, di mana pemohon judicial review adalah Asosiasi Penasihat Hukum dan Hak Azazi Manusia Indonesia (APHI), BPHI, Yayasan 324, Solidaritas Nusa Bangsa, Serikat Pekerja Pertamina, dan Panji R Hadinoto yang mewakili Universitas Perjuangan '45.
Sumber : detik.com
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !